Tamiang Layang |
Tamiang Layang adalah sebuah kelurahan di kecamatan Dusun Timur, Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah, Indonesia dan merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Barito Timur. Kemungkinan besar asal kata Tamiang Layang berasal dari bahasa Belanda yang disebut dengan "Tameang Laijang". Jaraknya lumayan jauh dari kota Banjarmasin. Banyak cara menuju kota Tamiang Layang, namun yang sering digunakan adalah perjalanan dengan mobil baik itu melalui jasa sewa / rental mobil dari Banjarmasin / Banjarbaru, atau bisa juga dari Tanjung Tabalong di Kalimantan Selatan.
Meski hanya kota kecamatan, lalu lintas di Ampah terlihat lebih ramai dibandingkan dengan Tamiang Layang yang merupakan kota kabupaten. Kota ini menjadi persinggahan utama bis, taxi travel, mobil pribadi dan pengendara sepeda motor. Anda akan mendapati tiga rute tujuan perjalanan utama di simpang tiga Ampah. Ke arah timur menuju Tamiyang Layang, Kalsel dan Kaltim. Kalau ke selatan menuju Buntok dan Palangkaraya. Sedangkan ke utara Anda akan menuju Muara Teweh dan Puruk Cahu.
Meski hanya kota kecamatan, lalu lintas di Ampah terlihat lebih ramai dibandingkan dengan Tamiang Layang yang merupakan kota kabupaten. Kota ini menjadi persinggahan utama bis, taxi travel, mobil pribadi dan pengendara sepeda motor. Anda akan mendapati tiga rute tujuan perjalanan utama di simpang tiga Ampah. Ke arah timur menuju Tamiyang Layang, Kalsel dan Kaltim. Kalau ke selatan menuju Buntok dan Palangkaraya. Sedangkan ke utara Anda akan menuju Muara Teweh dan Puruk Cahu.
Saya tiba di Ampah tepat masuk waktu zuhur. Terdengar suara azan dari mesjid setempat, saya pun singgah untuk sholat sekaligus beristirahat sejenak. Mesjid yang bernama Sabilal Mujahidin ini terletak di pinggir jalan sebelah kiri jika kita datang dari arah Kalsel, setelah melewati jembatan, dan pasar Ampah yang juga di sebelah kiri jalan. Tidak berlama-lama singgah, selesai sholat saya pun siap-siap meneruskan perjalanan. Di simpang tiga Ampah, mengambil jalur ke arah kanan menuju Muara Teweh. Jalur Ampah – Muara Teweh menjadi jalur terpanjang dari total jarak perjalanan ini. Dengan jarak kurang lebih 135 km dari Ampah – Muara Teweh, di kanan kiri jalan didominasi oleh hutan lebat, diselingi kebun karet dan sawit yang masih usia muda. Di jalur ini hanya ada dua desa/kelurahan yang memiliki pemukiman penduduk cukup banyak, yakni Patas dan Kandui. Patas adalah pusat kecamatan Gunung Bintang Awai kabupaten Barito Selatan, sekitar 30 km dari Ampah.
Ketika melewati desa ini, saya melihat aktivitas ekonomi yang cukup ramai di sepanjang jalan. Ya, hari itu adalah hari pasar di desa Patas yang digelar setiap Sabtu. Saya pun melambatkan laju kendaraan hitung-hitung menikmati suasana walaupun sekilas sambil lewat saja. Setelah cukup lelah sekitar dua jam berkendara dari Ampah, akhirnya saya singgah di desa Kandui. Desa yang merupakan pusat kecamatan Gunung Timang ini sudah termasuk ke dalam kabupaten Barito Utara, dan bisa dikatakan sebagai pintu gerbangnya kabupaten Barito Utara. Berjarak sekitar 40 km dari Patas atau 70 km dari Ampah, sampai di Kandui berarti sudah separuh perjalanan antara Ampah – Muara Teweh. Saya beristirahat sekitar setengah jam di sebuah mesjid yang bernama mesjid Istiqamah. Jika dari Ampah, setelah lapangan bola yang cukup luas di sebelah kanan, mesjid ini terletak di sebelah kiri jalan berseberangan dengan kantor kecamatan. Setelah mencuci muka saya pun melanjutkan perjalanan. Hari sudah menunjukkan pukul tiga dan matahari masih bersinar dengan garang, perjalanan yang cukup cukup menguras tenaga. Saya sarankan bagi sobat traveler agar mempersiapkan fisik yang fit untuk bepergian jauh terutama kalau naik motor seperti saya ini.
Saya memutar gas dengan keras, bernafsu untuk cepat sampai di Muara Teweh, karena setelah itu perjalanan masih sangat jauh menuju Puruk Cahu. Setelah melewati pintu gerbang “Selamat Datang di Kota Muara Teweh”, beberapa kilometer setelahnya ada SPBU yang terletak di sebelah kanan jalan, saya singgah sebentar untuk mengisi tangki bensin yang hampir kosong. Melewati jembatan kebanggaan warga Mute, terlihat kapal penumpang, perahu motor, dan speed bersandar di pelabuhan lama. Pelabuhan ini adalah salah satu alternatif transportasi menuju kota-kota kecamatan di hulu sungai Barito, menyuguhkan suasana perjalanan dengan pemandangan natural pesisir sungai. Saya sampai di pusat kota Muara Teweh pas masuk waktu Ashar. Singgah di sebuah langgar (mushola) dekat pasar, tidak lama, hanya untuk menunaikan salat Ashar. Kemudian melanjutkan perjalanan kembali menuju kota tujuan terakhir, Puruk Cahu. Puruk Cahu berjarak kurang lebih 100 km dari Muara Teweh.
Menuju ibukota kabupaten Murung Raya ini terbilang cukup menantang. Bagi saya it’s the awesome road. Adrenalin akan terpacu ketika melintasi beribu kelokan, sangat banyak tikungan tajam, dan tentu saja begitu banyak tanjakan curam. Kendati hal ini juga ditemui di perjalanan antara Ampah – Muara Teweh, namun belum seberapa dahsyat jika dibandingkan dengan medan jalan antara Muara Teweh – Puruk Cahu ini. Dengan hampir sepanjang perjalanan sepi dari pemukiman penduduk serta di kanan kiri jalan hutan lebat dan jurang yang dalam, saya sarankan untuk bepergian di siang hari. Paling tidak sore menjelang malam sudah harus sampai di Puruk Cahu, kecuali jika bepergian dengan bis atau taxi travel. Di separuh perjalanan, saya singgah di 52 (kilometer lima dua).
Di sinilah tempat persinggahan satu-satunya jika ingin makan minum di warung. Lumayan warung makan yang ada di sini, tapi jumlahnya masih bisa dihitung dengan jari, tidak sampai belasan. Saya membeli dua botol minuman untuk persiapan kalau-kalau buka puasa di perjalanan sebelum sampai di Puruk Cahu. Kemudian lanjut lagi menunggang MX yang sudah penuh debu. Satu jam lebih berkendara dari 52 hari pun mulai senja. Dari kejauhan terlihat cahaya lampu warna warni begitu semarak di suasana yang mulai gelap. Ya, jembatan Merdeka Murung Raya kini semakin menarik saja. Akhirnya saya tiba di kota Puruk Cahu setelah menempuh hampir 450 km perjalanan. Singgah berbuka di jembatan yang bercat merah meriah ini sambil menikmati pemandangan malam dari atas jembatan. Di kejauhan sana nampak Mesjid Agung Al-Istiqlal Puruk Cahu bersinar terang dengan kemegahannya.
(Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/royan_el_rizky/catatan-perjalanan-barabai-puruk-cahu_551f7a4ea333114340b65b45)
Rental Mobil Kalimantan, Murah, Jasa Rental Mobil, Banjarmasin, Kalimantan Selatan